Sabtu, 31 Oktober 2015

Bianglala Bulan November
(Catatan kecil dari pinggiran Kampus Ali Wardhana)

Salam super, generasi hebat Kampus Ali Wardhana! Senang rasanya jari-jari ini kembali dapat menari. Menari untuk menghibur, sekadar mengulas hal-hal ringan namun cukup “lucu dan menarik”. Paling tidak bisa menulis sedikit lah walaupun belum taraf makrifat. Ya, karena saya bukan Syekh Siti Jenar yang ilmunya sudah kemana-mana.
 Beberapa minggu ini, sedang berlangsung perhelatan pesta demokrasi di kampus tercinta. Mengaku atas nama “kampus yang lebih baik”, beberapa kawan pun memutuskan untuk bertarung, memperebutkan tahta Presma-Wapresma. Galang dukungan sana-sini, rekrut simpatisan dari mana-mana.  Alhasil, Pose “seksi” jari pun wara-wiri di kampus. Mulai dari brosur, kalender, banner, semua isinya gambar dua lelaki. Bahkan, memori ponsel layar datar saya sampai penuh dengan foto, video, jargon, sampai diskusi yang menurut saya “ringan dan lucu”.
            Kalau saya tidak salah hitung, ada tiga pasang calon yang moncer mondar mandir di galeri ponsel layar datar saya. Eh, atau mungkin masih ada calon keempat? Ah, hanya tiga kok, yakin hanya tiga. Calon pertama, maju dengan free spirit nya, mengaku atas nama “kehidupan berliterasi kampus yang lebih aktif”. Perlu diingat, ini hanya istilah saya ya, bukan jargon sang calon. Mungkin bagi mereka, literasi adalah militansi. Literasi lebih keras dari sekadar hal lain, layaknya Tan Malaka di dalam kubur yang mengaku suaranya akan lebih keras daripada di atas bumi. Coba kita bedah lagi, apa program misi yang ditawarkan: menanamkan rasa cinta pada kampus,membuka ruang ekspresi mahasiswa, penyambung lidah, optimalisasi prestasi mahasiswa, harmonisasi alumni mahasiswa dan masih banyak lagi yang mungkin saya tak tahu. Hal ini rencananya disokong program macam kajian riset, bedah buku, STAN Sehat dan lainnya. Saya rasa program kajian dan riset sudah diemban PUSPA dan PKAKP, lantas BEM mau membuat riset seperti apa nantinya, ya. Bedah buku juga saya rasa sudah jadi acara rutin di beberapa forum, apalagi di forum diskusi elkam saya. Menurut hemat saya sih mereka bisa melakukan hal lain yang lebih menarik daripada itu.
            Bagaimana calon kedua? Kalau yang ini membawa kita untuk “membolang” kesana-kemari. Ya, keduanya sosok-sosok bolang yang gemar berekspedisi. Di awal, saya berpikir,  jangan-jangan nanti ada sesi “nggunung bareng capresma-cawapresma”, sayang keburu datang masa tenang. Kesannya, calon nomor dua ini ramah dan bersahaja, membumi singkatnya. Ya kalau di gunung, sih namanya pasti menggunung, lah orang kita dibumi ya pasti membumi. Dari yang saya tahu, mereka menawarkan gerakan Pak Anies Baswedan versi STAN, mungkin semacam kegiatan kawan-kawan saya di Bambu Pelangi. Lalu, ada creativepreneur yang saya rasa menjadi kegiatan kawan-kawan di SEEC. Di sisi lain, ada sesi bertatap muka dengan mereka pula dalam satu waktu. Hanya ini? mungkin masih ada lagi yang saya juga tak tahu. Namun, menurut hemat saya, beberapa program unggulan mereka harusnya juga cukup dikerjakan jajaran elkam dan HMS. Sebagai badan organisasi yang cakupannya lebih luas, mereka bisa melakukan yang “lebih” dari sekadar melakukan kegiatan elkam semata.  
            Lalu, bagaimana dengan calon terakhir? Mari kita eksplorasi calon ketiga. Dari infografis yang memenuhi galeri saya, si capresma adalah mantan wapresma di era keemasannya. Lalu si cawapresma? Dari periode yang sekarang, loh. Program unggulan? Saya juga kurang begitu paham dengan apa yang ditawarkan. Tapi ada satu yang menjadi sorotan saya, katanya mereka hendak membentuk jaringan komunitas anti korupsi se-Indonesia. Saya jadi tambah bingung. Sejatinya, kan sudah ada masyarakat koalisi antikorupsi. Mungkin, minggu lalu mereka tidak ikut Konsolidasi Gerakan Antikorupsi jilid II di Menteng. For your information, salah satu elemen kampus antikorupsi di kampus bahkan berhasil memelopori terbentuknya GEMA AKSI (Gerakan Mahasiswa Anti Korupsi), sebuah komunitas anti korupsi di tataran PTK se-Indonesia.  Sehingga, kesimpulannya, apa yang ditawarkan calon nomor tiga sudah tersedia di pasaran. Lalu, bagaimana dong?
            Perlu dipahami kawan, dwitunggal yang terlihat sempurna tidak akan mungkin tanpa cacat. Tengok proklamator kita, ketidakcocokan pun dapat terlihat di antara keduanya. Soekarno dengan Partindo nya ingin memobilisasi masa, sedang Hatta dengan PNI nya ingin mendidik kader. Melirik para capresma-cawapresma, saya berharap hal-hal seperti itu tidak terjadi, walau kemungkinannya sangat besar. Dengan segala keterbatasan, dengan jarak Purnawarman-Ali Wardhana, semoga Presma bukan sekadar mahkota mentereng dengan wapresma sebagai perdana menteri. Jangan-jangan, bisa kencing berlari nanti.
 Ya, mau tak  mau, masa tenang telah tiba. Saya akhirnya berpaksa diri untuk khusnudzon pada ketiga calon. Saya cukup senang ada yang bicara masalah kondisi literasi, kepekaan sosial, dan antikorupsi di  kampus. Semua itu memang hal-hal yang seharusnya dekat dengan mahasiswa bukan? Makanya, strategis menjadi bahan kampanye! Saya yakin masing-masing calon punya kelebihan dan kekurangan. Di sisi lain, saya yakin  kawan-kawan bisa cerdas untuk menentukan pilihan. Sudah tiba era meritokrasi, begitu bahasa inteleknya. Apalagi dengan penuhnya memori ponsel kalian, pastilah memilih presma-wapresma jadi lebih ringan dan menarik. Beberapa hari lagi, hari penentuan datang. Itu tandanya agitprop di kampus segera berakhir! Sekali lagi, tulisan ini hanya catatan pinggiran, bukan untuk dibaca serius apalagi dipenthelengi terus-terusan. Hanya tarian jari-jari saya. Karena beberapa minggu ini saya seperti naik bianglala. Awalnya asyik, lucu dan menarik tapi lama-lama bikin pusing :D

Saya,
Bukan timses manapun


0 komentar:

Posting Komentar