Kamis, 27 Juni 2013

Lova Dova Mova: Jetlag!!

Salam jumpa pemirsa, salam olahraga! Masih bersama reporter anda Arya Donadoni langsung dari Atlanta, Amerika Serikat! Kita kini berada dalam menit-menit yang menegangkan, saudara! Kendati sempat menyerah di set awal, pasangan Indonesia nampak masih berjuang keras di lapangan. Doa dan dukungan anda sangat-sangat menentukan! Menentukan apakah Indonesia mampu menciptakan sejarah atau justru kehilangan harapan.....

”Lebay amat, sih, tuh, komentator!”
”Sssssstttt...Loe bisa diem kaga sih, bang! ”
”Abisnya dia nyerocos aja kaya bemo nyrempet! Yang maen di lapangan aja biasa gitu!”
”Udah ah, cerewet aja, set ketiga baru mau main, ni! Loe perhatiin deh cara om Loe servis! Yang bikin kita gagal kemaren kan servis loe yang salah!”
”Ahh, loe mah gitu, Ce! Ngungkit-ngungkit yang itu mulu, gue balik dah!

          Yah, dia pergi. Baguslah! Agak sebel juga gue sama partner yang satu ini. seumur-umur, baru kali ini dapet partner yang ngoceeeeeeehhhh melulu. Capek! Albert.. Albert, emosi loe tuh bener-bener gak ketulungan! Mungkin wajar karena kemarin kita baru pulang dari Birmingham tanpa bawa hasil apa-apa. Huftt..kecewa memang, tetapi gue udah berusaha untuk move on, kok!  But, jujur aja gue masih bete kalau ingat penyebab kekalahan kita. 


Kendali kini ada pada Albert Mainaky/Fraya Ayudya Cesaria, Albert arahkan servis pada Lyana dalam kedudukan 23-22 di set ketiga. Set penentuan yang mungkin membawa pasangan muda INA melaju ke final dan memupus harapan pasangan INA lainnya, Ozi/Lyana! Albert servis! Keluar, pemirsa! Servis dinyatakan keluar oleh wasit! 
Keadaan kini berbalik, Ozi arahkan servis pada Fraya. Owhhhh... salah pengertian Albert dan Fraya! Match point 24-23 untuk Ozi/Lyana! Ozi masih arahkan servis. Albert coba menekan, kini Fraya mencoba placing! Albert...Albert....Smash!!! dan..OUT!! 

       Arrghhhh... Albert!! Coba waktu itu loe bisa konsentrasi. Kita bisa bikin kejutan di turnamen tertua sedunia itu! Kalah tiga set dari kompatriot sendiri emang gak malu-maluin amat sih. Toh, gelar juara juga masih buat Indonesia. Tapi, sebagai keponakannya peraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996, jujur aja gue malu sob. Malu karena belum bisa mengekor jejak pamannya sendiri. Albert.....!!!!! Ihhhh.. Sebel gue ama dia orang! Coba waktu semifinal itu si Tiffany –mantannya Albert yang pernah dipacarin 4 tahun- gak nonton! Mungkin medali emas kemarin ada di lemari gue –pede mode on!-
          Sebenarnya, gue gak tega juga nyalahin si Albert. Secara, kita kan main ganda. Kalah berdua, berarti salah pun berdua. Lagipula apa yang dialami Albert waktu itu wajar juga. Pacaran, putus, nyambung, cemburu, long distance,  ujung-ujungnya? galau! Gue paham sama perasaannya Albert. Coba bayangin! Seandainya,  loe udah move on  dari mantan walau masih sayang banget sama dia terus tiba-tiba dia muncul dihadapan loe sama pacar barunya padahal loe lagi dalam situasi kritis mau operasi usus buntu! Alamak! Pusing kali pasti rasanya, kan? Itulah kurang lebih yang dirasain sama partner gue, si Albert. Tiffany, gadis berkulit putih dari negeri jiran itu yang bikin Albert kehilangan konsentrasi. Menurut gue, dia pasti datang untuk mendukung kita saat itu –secara negaranya gak ada wakil di ganda campuran, hehe- Jadi, menurut gue kedatangannya Tiffany gak bisa dipersalahkan. Satu-satunya kesalahan Tiffany adalah orang yang dia ajak nonton.
 Awal- awal, Albert ngira kalau Tiffany datang sendiri. Ya, gue sempat happy juga dengan kedatangannya Tiffany. Pasalnya, hal itu bikin Albert semangat 45 kaya mau perang Diponegoro. Tapi, semua berubah saat ada cowok yang datang dan duduk disamping Tiffany. Parahnya, pada saat itu skor kita kritis, pemirsa! 23-23, set ketiga pula! Pyarrrr... seketika kontrolnya Albert hilang ditelan bumi. Alhasil, gue harus terima kekalahan dari kekonyolan seorang Albert.
Malapetaka belum berhenti. Ketika kita tanding di Swiss selepas turnamen di Birmingham, kita kalah telak dari pemain abal-abal di babak perempat final. Jujur, sejak itu gue belum mau speak up sama Albert. Bodo amat! dia mau marah, nangis, galau, atau jungkir balik sekalipun! Untuk sementara mendingan begini aja dulu.
Ketika kita pulang ke Indonesia, hubungan gue sama Albert makin kronis! Selama di pesawat gak sedikitpun kita ngobrol walaupun sebangku. Semua itu bikin gue jetlag! Mabok udara! Mana setibanya di Bandara Soetta ada prosesi penyambutan juara pula! Ada Bapak Wita, ketua PBSI yang secara khusus ngalungin rangkaian bunga untuk sang juara. Yang bikin gue makin jetlag, ada om gue alias Om Ricky di sampingnya si Bapak. Dari raut mukanya, om kelihatan bangga sama pencapaiannya Ozi/Lyana. Panas gue! Om... om tau gak sih, keponakanmu yang imut-imut ini jetlag! Sebagai tambahan, mulai malam itu, Ozi sama Lyana mulai banyak tawaran jadi bintang tamu. Mulai dari acara Olahraga, syuting acara ‘Buka Tutup Mata, sampai tapping  acara ‘Hitam-Hitam’ berkali-kali. Makin iri aja gue sama mereka berdua!
 Dua minggu sudah berlalu sejak kekalahan menyakitkan di Birmingham. Gue wake up, Albert juga nyoba buat wake up. Hal itu memang bukan sesuatu yang mudah buat gue sama Albert. However, life is never flat, kan? ­-pinjem slogan chiki- Perjalanan karir gue sama Albert baru dimulai. Semua belum ada apa-apanya. Membangun chemistry untuk jadi seperti om gue dan om nya Albert masih butuh proses panjang. Ganbatte! Itu kata-kata yang suka diteriakkin Albert kalau lagi latihan.

”Ce, gue minta maaf ya sama loe,”
”Lha, napa minta maap ama gue? Loe belum bisa bayar utang pulsa android 250 ribu yang kemarin? Gak apa-apa kok, bang,”
”Ihhh.. loe tuh ya, bakat banget jadi debt collector! 
”Lah, terus? Loe mau minta maaf karena apa?”
”Gue mau minta maaf atas sikap gue yang nyumbangin kekalahan kita di Birmingham kemarin. Gue sadar, Ce! Gue gak seharusnya bersikap begitu,”
”Ahh, sudahlah! Lupain aja, Bang Albert. Sekarang kita harus evaluasi diri. Cari cara supaya kejadian konyol kaya kemarin gak terulang lagi, ”
” Mulai hari ini gue janji, no galau and no risau! Gue udah mau GANBATTE!!”

          Yap! Kira-kira, begitu lah permintaan maaf Albert ke gue beberapa waktu lalu. Mulai hari itu, dia janji untuk gak merusak fokus otaknya dengan hal-hal yang berbau Tiffany. Dia bilang, pacarnya sekarang cuma sepatu kesayangannya yang selalu ngikut di travel bag tiap kita berangkat pertandingan. Gak intelek ya? Hehe.. ntar gue ceritain di chapter berikutnya! Yang pasti, situasi dan kondisi mulai getting better sekarang. Gue sama Albert mulai bertekat untuk bereinkarnasi jadi seperti om kita masing-masing, Om Ricky sama Om Eky –penulisnya ngarep banget pemirsa!- Gue belajar untuk bisa memahami tabiatnya Albert walaupun sulit buat percaya sama janjinya untuk gak ngebahas Tiffany.

*******
Beberapa hari kemudian..
”Ce, sorry whats app gue ganggu loe malam-malam begini,”
”Hmmm... napa sih, gue udah ngantuk, bang!”
”Engg...nggg, cowok yang ada di sampingnya Tiffany pas dia nonton kita di Birmingham itu..”
”Siapa emangnya??”
”Gue baru dikasih tahu temen gue kalo ternyata...”
”Apaaan??? Cepetan, gue mau tidur!”
”Ternyata...ternyata Cuma sepupunya Tiffany”
”Whattssss!!!!! ”
Tuuuut...tuuut....tuuutt...

Alamakkk!!! *Tepok dahi 10000 kali*

0 komentar:

Posting Komentar