Ranah jurnalisme bisa
diibaratkan bak lautan luas. Sewaktu-waktu dapat menimbulkan riak opini yang
tak seberapa. Namun, terkadang menjelma menjadi gelombang besar yang siap
menggulung seluruh fakta. Di sisi lain, ranah jurnalisme sendiri tak melulu
berkutat dengan dunia tulis menulis. Jurnalisme sejatinya adalah bagian dari
sebuah seni. Seni sastra yang sangat menggoda dan patut untuk didalami.
Sepenggal teaser di atas mungkin belum cukup untuk mendeskripsikan dunia
jurnalime secara rinci. Namun, paling tidak mampu memberi alasan pada khalayak mengapa
mereka harus mendekatinya. Dunia jurnalisme sesungguhnya punya seribu hal
menarik. Walaupun tak luput dari tantangan, rasanya sangat sayang bila dilewatkan
begitu saja. Sejatinya, apa itu jurnalisme? Bagaimana bisa jurnalisme dikatakan sebagai bagian dari
seni? Adakah sisi lain jurnalisme yang dapat menguatkan khalayak untuk menyelaminya
lebih lanjut? Melalui tulisan ini, anda akan segera mendapatkan jawabannya.
Sastra yang Bergegas
Pada umumnya, publik mengenal jurnalisme sebagai berita. Akan
tetapi, sejatinya banyak makna yang terkandung dari istilah jurnalisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), jurnalisme memang diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan
berita. Jurnalisme merupakan pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan
berita dalam surat kabar. Di sisi lain, ada juga yang mendeskripsikan
jurnalisme sebagai bagian dari kegiatan menginvestigasi dan melaporkan isu-isu
(tren tertentu) pada khalayak luas.
Bagaimana dengan kata jurnalistik? Singkatnya,
masih berhubungan saudara dengan istilah jurnalisme. Secara etimologis,
jurnalistik (journalistic) artinya
kewartawanan. Kata dasarnya jurnal (journal),
artinya laporan atau catatan. Sedangkan jour dalam bahasa Prancis yang berarti hari
(day) atau catatan harian (diary). Dalam bahasa Belanda, journalistiek artinya penyiaran catatan
harian. Di Indonesia, istilah jurnalistik sempat dikenal dengan
istilah publisistik. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena merujuk
kepada Eropa.
Banyak pendapat mengenai pengertian dari jurnalistik. Jurnalistik adalah proses kegiatan mengolah, menulis, dan menyebarluaskan
berita dan atau opini melalui media massa. Djafar H. Assegaff berpendapat bahwa
jurnalistik merupakan kegiatan untuk menyampaikan
pesan atau berita kepada khalayak ramai (massa), melalui saluran media entah
media tadi media cetak maupun elektronik. Tokoh lainnya, Mursito BM, mengatakan
bahwa jurnalistik adalah kegiatan mencari, mengumpulkan, menulis, mengedit, dan
menyiarkan informasi.
Namun,
di luar dari pada pengertian-pengertian di atas, ada satu hal penting tentang jurnalisme
yang jarang diketahui publik. Jurnalisme adalah sebuah seni. Dapat dikatakan
demikian jelas karena memiliki alasan. Jurnalisme erat kaitannya dengan berita
tapi berita punya berbagai macam jenis. Kita mungkin mengenal hard news, soft news, dan features sebagai bagian dari berita. Kita
juga mungkin mengenal kolom, editorial, dan esai sebagai artikel jurnalistik. Semua
yang telah disebutkan di atas, jelas dibuat dengan sentuhan estetika. Serenyah
dan segarang apapun tulisan berita pasti punya unsur menggelitik yang menjadi
bagian dari seni sastra. Hal ini tak lain dan tak bukan untuk menarik para
pembaca ke dalamnya. Meninggalkan kesan pada ingatan mereka atas apa yang baru
saja dibaca.
Di
lain sisi, Jose A. Quirinno menganggap Jurnalisme sebagai sastra yang bergegas.
Bergegas karena jurnalisme selalu aktual dan berimbang. Aktual karena selalu
memburu isu-isu terkini yang tengah hangat dan menjadi trending topic. Berimbang karena tak pernah lepas dari sudut cover both sides. Pemberitaaan yang cover both sides (balance) sendiri artinya
tidak berat sebelah. Mampu memberikan informasi kepada masing-masing pihak
secara proporsional.
Untuk
menjadikannya betul-betul ’bergegas’, jurnalisme pun mengenal istilah ’piramida
terbalik’. Di dalam piramida terbalik, proporsi penyampaian berita dimulai dari
hal yang terpenting hingga tidak penting. Proporsi ini dimulai dari bagian yang
datar menuju ke bagian yang runcing dari segitiga. Di dalam segitiga ini haruslah
ada sebuah garis lurus, itulah fokus dalam sebuah tulisan yang tak boleh
dilupakan!
Pelawan Lupa
Jurnalisme merupakan satu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
penyebaran informasi atau biasa disebut pers. Dalam hal ini, setiap berita yang
dihimpun peliput berita (reporter) dan terlahir dari meja redaksi haruslah
dapat dipertanggungjawabkan esensinya. Dengan demikian, mereka-mereka ini telah
menandatangani kontrak tak langsung sebagai ’pelawan lupa’.
Pelawan lupa bukanlah istilah khusus yang kerap muncul dalam
dunia jurnalisme. Namun perlu diketahui bahwa setiap berita dan tulisan yang
mereka hasilkan akan selalu mengingatkan publik pada peristiwa tertentu. Menghadirkan
fakta, melawan lupa.
Ada dua jenis tulisan yang khas dan sering dijadikan
sebagai sarana pelawan lupa, esai dan
feature. Kedua jenis tulisan ini memiliki
karakteristik yang hampir sama. Baik esai maupun feature mendapatkan sudut pandang sang penulis. Keduanya pun
dikemas dengan bahasa khas jurnalistik: efektif, efisien, jelas, dan jernih.
Esai adalah suatu tulisan prosa yang membahas suatu
masalah tertentu secara ringkas berdasar subjektifitas sang esais. Walaupun subjektif,
esai yang baik harus mengandung fakta, flashback,
dan perbandingan. Karena itulah, esensi esai tak hanya karangan bebas dan
opini namun juga karya ilmiah. Singkatnya, esai adalah sastra ringkas dengan
tema terbatas. Bangunan esai yang menarik untuk dibaca terdiri dari lead, bridge, body, conclusion, dan ending.
Esai sendiri dapat dikatakan sebagai jurnalisme sastrawi Indonesia. Terkait dengan hal ini, esai memiliki berbagai lead yang sangat lentur dan nyeni, diantaranya: summary, narrative, descriptive, question, quotation, freak, dan teaser. Esai pun harus kritis, reflektif, dan interpretatif
(Seminar
Kekerasan, Keindonesiaan dan Perdamaian 2011 bersama Ketua AJI, Nezar Patria)
Feature adalah
produk jurnalistik yang memadukan berita dengan unsur opini. Di dalam feature, unsur human interest cenderung lebih ditonjolkan. Feature sendiri mendapatkan sentuhan sastra dengan bahasa yang
gurih, lentur, basah, dan mengigit (Seminar Kekerasan, Keindonesiaan dan
Perdamaian 2011 bersama wartawan Senior Tempo, Amarzan Loebis). Feature yang cukup popular diantaranya adalah
kisah nyata, perjalanan, biografi, dan tips.
Sebagai tambahan, opini juga bisa disebut sebagai tulisan
pelawan lupa. Khalayak biasanya akan menjumpai kolom-kolom yang ditulis pembaca
di setiap Koran. Artikel inilah yang biasa disebut opini. Opini merupakan
artikel yang mengandung subjektivitas dan objektivitas. Ada beberapa jenis
opini, diantaranya surat pembaca dan reader’s
forum. Dalam opini, pembaca biasanya menyampaikan pendapat atau unek-unek yang dirasakannya terhadap suatu
problematika, peristiwa, dan isu tertentu. Tajuk rencana atau editorial
sebetulnya juga merupakan opini. Namun, tajuk rencana berisi sudut pandang
redaksi media massa tentang peristiwa yang sedang aktual.
Masih Tak Tertarik?
Dewasa
ini, ranah jurnalisme bukan lagi milik wartawan dan redaksi semata. Oleh karenanya,
siapapun bisa jadi pelawan lupa! Tanpa melupakan prinsip umum jurnalistik,
setiap orang bisa menjadi penyampai informasi atau berita (pewarta). Dengan menggunakan
berbagai perangkat dan media yang ada, informasi tersebut lantas dapat menjalar
dengan cepat kepada publik.
Jurnalistik pun telah menjadi suatu kebutuhan di era
modern. Masyarakat akan haus terhadap informasi dan produk jurnalistik akan
memenuhinya. Masyarakat butuh fakta dan kebenaran, lagi-lagi para jurnalis yang
menggalinya hingga sisi paling dalam. Masyarakat ingin suaranya didengar
pejabat, produk jurnalistik mampu menjadi sarananya. Khalayak ingin berkarya
dan menghasilkan karya seni sastra, produk jurnalistik pun bisa menjadi
aktualisasinya. Sekali lagi, jurnalisme adalah bagian
dari seni tersendiri. Seni yang sangat memperhatikan unsur intelektualitas dan
humanitas. Karena jurnalisme adalah sebuah sastra yang bergegas!
0 komentar:
Posting Komentar