Abad ke-21 bisa dikatakan sebagai eranya ‘News in Technology’. Bagaimana
tidak, transisi analog ke digital, rupanya tak berhenti pada media elektronik
saja. Pesatnya persebaran informasi telah membuat ‘dunia digital’ turut
merambah media massa. Kini, media massa besar seperti harian Tempo dan Tribun
siap memenuhi dahaga pembaca akan berita teraktual melalui kanal berita online.
Berkebalikan dari hal di atas, bermunculan pula berbagai situs berita online yang
akhirnya menelurkan produk beritanya dalam bentuk hard cover. Salah satu yang popular
di kalangan masyarakat adalah Detik.com. Sejatinya, bagaimanakah esensi dari
ketiga media online di atas jika ditinjau dari segi jurnalisme? Apakah berita
yang dihadirkan hanya mengejar aktualitas? Ataukah hanya mengedepankan kritik
pedas yang menambah kernyitan dahi para pembaca? Temukan jawabannya dalam
tulisan ini.
Wajah Media Online
Wajah bisa diibaratkan sebagai cerminan sebuah
identitas. Begitu halnya dengan wajah sebuah media, khususnya media berita
online. Cerminan identitas merekalah yang lantas dapat menarik minat pembaca
untuk ‘mampir’ hingga akhirnya betah berlama-lama membaca berbagai sajian
berita yang terposting.
Yang harus disadari, setiap media berita
online jelas memiliki karakteristik masing-masing. Mulai dari irama, rubrikasi,
blocking, tata letak iklan, hingga readers forum. Hal ini pula lah yang
rupanya turut diamini oleh media berita online sebesar Tempo, Tribun, dan Detik
News. Dilihat dari esensi beritanya, cara penyampaian informasi yang
digunakan pun terbilang tak jauh berbeda dengan versi hard cover nya.
Kanal online Tempo masih dengan bahasa khasnya yang jelas dan jernih dalam
menyampaikan sebuah berita. Unsur sastrawinya pun tak pernah ditinggalkan. Dalam
hal ini, dapat terlihat dari pemilihan judul yang terkesan ‘sarkastik’ dalam
sebuah fakta. Satu contoh dapat dilihat pada judul berita yang diposting pada
24 November 2013: ‘Modus Menilep Duit di Kantor Airin: Jangan Ditiru!’. Tempo nampaknya memang ingin memenuhi
perannya sebagai ‘anjing penjaga’ melalui semua tulisannya. Di sisi lain, Tempo juga mengintegrasikan
tulisa-tulisan di kanal onlinenya. Sebagai contoh, dalam suatu tulisannya,
disediakan link yang akan merujuk pada informasi lainnya. Hal ini jelas
memudahkan pembaca dalam menerima informasi. Yang pasti, Tempo berusaha membangun pikiran kritis pembaca melalui seni
tulisannya
Situs berita milik Tribun sejatinya punya sedikit perbedaan dengan media lain dalam
menampilkan beritanya. Tribun lebih
senang mendekati sisi kemanusiaan dan sosial pembacanya. Berita-berita yang ada
pada Tribun cenderung tidak terlalu
kritis layaknya Tempo. Hal ini tercermin dalam salah satu berita yang
termuat pada 26 Oktober 2013: Ayah Kapolri Sutarman Tak Punya Televisi. Tribun rupanya ingin memainkan emosi
pembacanya.
Beralih ke Detik News, situs yang satu ini bisa dibilang ‘paling ringan’ dari
dua media berita online sebelumnya. Detik bisa dibilang lebih mengedepankan
aktualitas ketimbang investigasi berita. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa Detik memposting tulisan setiap
detiknya. Unsur berita yang dihadirkan pun tidak sekental Tempo dan Tribun. Namun demikian,
setiap informasi yang ada di dalam beritanya tetap mendalam. Hal ini bisa
dilihat dari salah satu berita nasional yang diposting di dalamnya: Sentil
Lembaga Survei, Prabowo: Banyak yang Tidak Obyektif (26 Oktober 2013).
Walaupun memiliki karakteristik yang berbeda,
dari segi rubrikasi dan tampilan, ketiga media online di atas terlihat tak jauh
berbeda. Ketiganya menampilkan rubric-rubrik berita yang tersaji dalam header. Mulai dari nasional, regional,
olahraga, hingga lifestyle. Blocking iklan
maupun kotak komentar pun juga ditata dengan rapi. Tersedia juga kolom berita foto dan video.
Semua hal di atas, disajikan dengan rapi untuk dapat menarik
pembaca berkunjung dan berlama-lama menjelajahi setiap berita yang disajikan.
Tetap Tegas dan Berimbang
Berpijak pada Sembilan elemen jurnalisme,
bisa dikatakan bahwa ketiga media online yang telah disebutkan sebelumnya tetap
berpegang teguh pada ruh jurnalistik. Ketiganya masih tetap tunduk pada
kebenaran dan mengedepankan independensi. Mengakomodasi forum kritik bagi para pembacanya. Selalu mengolah
hal yang penting dalam liputan yang
menarik tanpa meninggalkan sisi-sisi yang relevan. Menghadirkan pemberitaan
yang komprehensif dan proporsional. Selalu mengikuti hati nurani. Bersedia
menjadi public watch dog. Satu yang
tak kalah penting, loyal pada masyarakat.
Tak bisa dipungkiri, ketiganya merupakan
media yang dinaungi perusahaan-perusahaan besar. Akan tetapi, setiap informasi
yang disusun menjadi berita tetap bisa dikatakan sebagai fakta yang
terverifikasi. Ketiganya pun tegas dalam menyikapi setiap informasi yang masuk
ke meja redaksi. Yang utama, menjadi media yang berimbang.
Terapkan
Harus disadari bahwa tiap media pasti
memiliki hal baik dan buruk. Namun demikian, tidak salah jika sisi baik sebuah
media dijadikan rujukan oleh media lainnya. Pastinya, tanpa meninggalkan
identitas aslinya dari masing-masing media. Tempo,
sebagai salah satu media pemberitaan sesungguhnya memiliki keunggulan lebih
dibandingakan Tribun dan Detik. Gaya bahasanya yang kritis, penuh
investigasi, namun tak melupakan seni menulis berita adalah keunggulan yang
bisa dijadikan rujukan bagi media lain (khususnya Media Center STAN). Tempo pun menghadirkan berita foto,
video, serta infografis yang terbilang ciamik
Kini, tinggal bagaimana style penulisan
berita tersebut dapat diterapkan dan makin disempurnakan di Media Center STAN
0 komentar:
Posting Komentar